Kamis, 25 April 2013

Patahnya taring idealisme



Oleh : Ken Abdullah Timur
(Mahasiswa fakultas teknik Unhalu dan pengurus KOPENDIS Sultra)

Siang itu udara kota kendari tidak seperti biasanya. sinar mentari begitu menyengat sampai ke ubun-ubun menghanguskan kulit siapa saja yang menantangnya. Bau menyengat dan Gumpalan asap hitam pembakaran ban mobil  membumbung tinggi di udara diikuti dengan teriakan lantang para aktivis mahasiswa menuntut dugaan korupsi pejabat Sulawesi tenggara segera di usut tuntas oleh kejaksaan.
Pihak kepolisian terlihat siaga merapatkan barisan berdiri tegak di hadapan para demonstran yang kelihatanya sudah mulai muak dengan janji yang dilontarkan pihak kejaksaan.
“Saudara-saudara sekalian, jika hari ini pemeritah dalam hal ini pihak kejaksaan belum juga mau mengusut tuntas dugaan korupsi yang dilakukan oleh oknum-oknum pemerintah yang tidak bertanggung jawab tersebut, kita sebagai mahasiswa akan terus berjuang sampai titik darah penghabisan. Hidup mahasiswa….., hidup mahasiswa….,” tegas salah seorang orator yang bernama Radit.
Sudah genap dua hari Radit dan kawan-kawannya melakukan aksi menuntut diperkarakannya pelaku dugaan korupsi yang konon angkanya mendekati triliunan rupiah. Radit dan kawan-kawannya memang dikenal sebagai aktifis yang selalu berada di garda terdepan memperjuangkan hak-hak rakyat. Sehingga tidak aneh jika julukan “Singa Jalanan”sering disematkan kepadanya. Bang radit, begitu ia sering disapa oleh kawan-kawannya. Adalah salah satu kader terbaik yang dimiliki oleh “Gerakan Pelindung Hak-Hak Rakyat” yang rela menggadaikan kuliahnya hanya untuk membela kepentingan rakyat.
*******
Sedikit-demi sedikit mentari mulai condong ke barat. Jam menunjukan pukul 14.00 waktu Indonesia tengah. Radit terus menyampaikan orasinya. Namun tampaknya pihak kejaksaan tidak bergeming dengan aksi mahasiswa yang dijaga ketat oleh pihak kepolisian. Raut muka penyesalan sudah mulai tampak pada diri Radit dan kawan-kawannya. Sepertinya aksi yang mereka lakukan akan berakhir tanpa hasil seperti sebelumnya.
Beberapa menit kemudian, seorang lelaki kurus dengan menggunakan pakaian dinas keluar dari gerbang kejaksaan dan berbicara dengan salah satu personil polisi yang dari tadi fokus memantau para demonstran. Setelah itu, lelaki tersebut masuk kembali ke dalam kantor. Entah apa yang disampaikan kepada polisi tadi. Radit tetap meneruskan orasinya.
“Kami meminta kepada pihak kejaksaan agar menemui kami di tempat ini, namun jika memang tidak ada yang mau berdialog dengan kami, kami bisa saja melakukan hal-hal yang tidak diinginkan”. Suara menggebu-gebu Radit terdengar lantang.
Pihak kepolisian terlihat melakukan siaga satu berbaris rapi di depan para demonstran yang tampaknya akan melakukan aksi anarkis, namun, tak lama berselang dua orang lelaki berseragam dinas keluar dari kantor menuju para demonstran.setelah mendengarkan orasi yang disampaikan radit dan kawan-kawannya, kemudian salah seorang dari pejabat kejaksaan yang menemui para demonstran angkat bicara
“Adik-adiku aktivis mahasiswa, sesungguhnya kami paham dengan tuntutan teman-teman. Siapapun dia yang melakukan tindakan korupsi yang merugikan Negara harus ditindak tegas sesuai dengan hukum yang ada. Namun, kami sudah sampaikan sebelumnya beri kami waktu untuk bekerja karena kami juga harus punya bukti yang kuat. Apalagi saat ini pimpinan masih ada tugas di Jakarta.”
“Tapi kami tidak ingin dijanji-janji pak. Ini adalah sebuah kasus korupsi yang sangat merugikan Negara. Jika dalam waktu satu minggu ini pihak kejaksaan tidak melakukan langkah rill, kami bisa saja melakukan hal-hal yang tidak diinginkan” Ucap salah seorang peserta dengan nada mengancam
“Iya..,iya.., kami paham dengan maksud adik-adik. Olehnya itu, beri kami kesempatan untuk bekerja”
Hampir lima belas menit radit dan kawan-kawannya berdialog dengan perwakilan kejaksaan tersebut, akhirnya mereka memutuskan untuk membubarkan diri dengan aman. namun, mereka berjanji akan melakukan aksi lagi jika tuntutannya belum juga terpenuhi.
            Setelah melakukan aksi demonstrasi tersebut, akhirnya radit dan kawan-kawanya pulang tanpa membawa hasil. Namun mereka tetap memegang janji dari pihak kejaksaan. Radit pulang ke kos yang disewanya di dekat kampus. Kos yang ukurannya sangat kecil namun bernuansa intelektual. Radit merebahkan tubuhnya di kasur yang tidak terlalu empuk. tumpukan buku-buku pergerakan menghiasi kamarnya, namun sebagian besar buku-buku tersebut adalah karya tokoh-tokoh Sosialis. Radit memang sangat mengagumi pemikiran Karl Maks, Lenin, dan Che Guevara bahkan bagi dirinya buku-buku Karl Maks lebih sakral daripada Al-Qur’an yang merupakan kitab suci umat Islam. Semenjak bergelut dengan pemikiran-pemikiran Sosialis, radit sudah tidak pernah lagi melakukan sholat karena menurut dia “agama adalah candu kehidupan”.
Radit begitu kelelahan setelah dua hari melakukan aksi demonstrasi, kinilah saat ia ingin tidur sejenak agar energinya kembali pulih seperti biasanya. Belum sempat ia memejamkan matanya ponselnya berdering ada yang memanggilnya. Bang riko nama yang tertera dilayar ponselya.
Assalamu Alaikum Bang, ada yang bisa saya bantu bang? Sapa radit
Bagaimana kabarnya dinda? Apa bisa kita ketemu sebentar malam?
Bisa. Tapi ada hal apa nih bang? Tanya Radit dengan penuh tanda tanya
Nantilah kita ketemu dulu baru saya sampaikan. Kita ketemu jam delapan malam di Restoran Apa Adanya.
Oke bang. Assalamu ‘alaikum
Wa ‘alaikum salam. Jawab riko di ujung telpon.
Rasa letih radit seolah-olah hilang, kini pikirannya dipenuhi tanda Tanya. Setelah sekian lama putus kontak dengan riko, kini riko baru menghubunginya. Riko adalah senior radit di salah satu Gerakan Pemuda Pantang Mundur. Namun saat ini ia sudah menjadi anggota Legislatif. Yang konon kabarnya di pemilukada akan datang, ia akan tampil sebagai calon kandidiat untuk memperebutkan kursi kekuasaan.
******
Tepat pukul 20.00 wita, radit sudah berada di Restoran Apa Adanya. Namun Riko juga belum datang. Memang saat diperjalanan ia sudah SMS ke Radit menyampaikan agak terlambat tibanya karena masih ada urusan yang harus dia selesaikan.
Sebenarnya, pikiran Radit masih dipenuhi tanda Tanya saat Riko mengajaknya bertemu secara mendadak. Memang Riko adalah senior yang dia kagumi. Saat aktif  sebagai mahasiswa ia dikenal sebagai aktivis yang kritis melihat realitas yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Namun seiring berjalannya waktu, idealismenya mulai terkikis. Tidak ada yang mengetahui. yang pasti perubahan sikap Riko terjadi saat bergabung menjadi anggota salah satu partai politik. Saat Radit masih dipenuhi kebingungan tiba-tiba Riko muncul dengan seorang lelaki yang berpakaian parlente.
“Bagaimana kabar dinda? Mohon maaf terlambat. tadi masih ada urusan penting yang harus diselesaikan. Sapa riko saat bersalaman dengan radit
“Ya baik bang. Sebenarnya ada apa nih bang saya jadi bingung tiba-tiba saya diajak ketemuan disini?
Jangan dulu buru-buru dinda, kita makan dulu baru saya bicara. Tenang nanti saya traktir
Baiklah kalau gitu. Jawab radit tanpa kuasa menolak tawaran riko
Setelah makan malam, riko langsung membuka pembicaraan.
Gimana kabar teman-teman di gerakan pemuda pantang mundur? Tanya Riko basa-basi.
Wah saya juga kurang tau bang, sudah lama saya tidak gabung dengan teman-teman karena saya sekarang aktif di gerakan pelindung hak-hak rakyat. Emangnya abang tidak pernah lagi gabung sama teman-teman ya?
Semenjak lulus kuliah dua tahun lalu saya tidak pernah gabung lagi dengan teman-teman. Maklum banyak proyek di luar menunggu dan harus dituntaskan. Cuma beberapa bulan lalu Si Roy datang ke saya minta bantuan katanya ada kegiatan dan dananya masih minim.
Radit diam saja dengan kata-kata Riko.
Dinda, dunia nyata tidak seindah yang kita banyangkan. Kita ini ya memang harus idealis tapi juga harus realistis. Kalau tidak pintar-pintar dari mana kita akan dapat duit? Coba lihat saya hari ini, jika saya tetap memegang idealisme saya waktu kulih dulu pasti saya tidak akan seperti saya saat ini dinda. Saat ini saya sudah punya rumah sendiri, mobil bahkan saya sudah membahagiakan orang tua saya dengan memberangkatkan mereka di tanah suci.
Apa maksud abang menceritakan semua itu kesaya? Tanya radit dengan nada bingung
Begini dinda, kawan saya ini adalah tangan kanan pak Riswan yang kau demo tadi. Dia datang kesini mau mengajakmu kerja sama. Bicara baik-baik mencari jalan keluar yang lebih praktis dan berwibawa.
Maksud abang ingin menyuap saya? Agar saya tidak lagi mengangkat kasus ini? Tanya radit dengan nada meninggi
Tenang dulu dinda. Kami hanya ingin kerja sama denganmu. Saya tau kau saat ini sangat membutuhkan uang. Saya dengar, ayahmu saat ini sakit-sakitan kalau pentakitnya tidak segera diobati bisa tambah parah. Riko coba meyakinkan Sambil menyodorkan uang sepuluh juta ke arah Radit.
Radit tak berkutik. Ia sadar saat ini keluarganya sangat membutuhkan uang untuk pengobatan ayahnya. Belum lagi uang kuliahnya harus segera ia bayar
Jangan khawatir dinda, kami hanya mengajakmu kerja sama. Itulah yang saya katakan tadi kita juga ini harus realistis. Saya tambahkan lima juta kalu masih kurang nanti kau sampaikan. Kau datang saja ke kantor saya. Tapi kau ingat, ini adalah bagian dari kerja sama kita. Kau diamkan kawan-kawanmu supaya tidak lagi banyak bacot. Oke. Kami pamit dulu, sampai ketemu lagi. Riko kemudian mengambil tangan Radit.
Radit paham dengan maksud riko. Dia kemudian mengambil uang itu lalu memasukkan ke dalam tasnya.
Mulai saat itu, sedikit dan pasti idealisme Radit mulai terkikis. Dia tidak bisa berbuat apa-apa. Saat ini ia tidak lebih aktivis yang taring idealismenya patah. Sehingga slogan maju tak gentar membela yang bayar kini disematkan kepadanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar