Dua tahun yang lalu, pada maret 2011, sejumlah pemuda yang berusia
dibawah 15 tahun ditangkap di Dar’aa, Suriah. Pasalnya, mereka dengan
berani menulis di dinding kota : “Rakyat ingin menggulingkan rezim”.
Setelah itu, perlawanan pun meletus di Dar’aa. Pergolakan Arab, telah
mengalir dari Tunisia, Mesir, Libya, dan selanjutnya Suriah.
Melanjutkan warisan kebuasan bapaknya, Bashar Asad menutup telinga,
mata, dan hatinya dari tuntutan perubahan rakyatnya. Asad membantai
rakyatnya sendiri. Seperti bapaknya, Asad menerapkan politik bumi
hangus, “al-Asad au nahriqu al-bilad” (mendukung Asad atau kami bumihanguskan negeri ini) .
Beberapa kota yang menjadi pusat perlawanan dihentikan pasokan
listrik, air dan makanannya. Rakyat pun hidup dalam kesulitan yang
sangat. Wilayah-wilayah perlawanan dibombardir termasuk dengan
menembakkan misil. Lebih dari 70 ribu orang telah terbunuh, lebih dari 1
juta hidup di luar Suriah, di kamp pengungsian yang kondisinya
menyedihkan.
Asad mengira, kekejamannya akan menghentikan perlawanan rakyat
Suriah. Ternyata tidak. Perlawanan semakin membesar, terjadi di
mana-mana. Rakyat Suriah pun memutuskan mengangkat senjata untuk
menumbangkan rezim bengis ini. Mereka ingin menghentikan kebrutalan Asad
dan begundal-begundal Shabihah yang menyiksa, membunuh, dan memperkosa
secara keji Muslimah-Muslimah Suriah.
Rakyat Suriah yang mewarisi keberanian, keteguhan, dan kesabaran
pahlawan-pahlawan Islam seperti Khalid bin Walid yang dikubur di tanah
as Syam, melakukan perlawanan yang luar biasa. Para mujahidin Suriah,
terinspirasidengan kata-kata mulia pahlawan Islam Khalid bin Walid
sebagaimana yang terdapat dalam kitab al Ishabah karya al Asqalani, yang dipatri pusat Kota Homs : “Aku
mencari kematian, dengan kemungkinan itu bisa didapat, tetapi aku belum
ditakdirkan, kecuali mati di atas tempat tidurku. Tidak ada satu
perbuatan yang paling aku harapkan, setelah kalimah lailaha illa-llah,
ketimbang suatu malam di mana aku bermalam dengan memakai perisai, di
bawah cahaya bulan di langit dan guyuran hujan hingga Subuh, sampai kami
menyerang [dan mengalahkan] kaum kafir.”
Asad pun saat ini menjelang ajal, kekuasaannya di ujung tanduk.
Sejak Revolusi Islam meletus 2 tahun lalu, dan kini memasuki tahun ke-3,
para pejuang Islam di sana telah meraih kemenangan demi kemenangan.
Beberapa pekan lalu, mereka telah sampai di istana Bashar, dan berhasil
menduduki istana di Raif Damaskus. Sebelumnya, pangkalan militer dan
gudang alutsista juga berhasil dikuasai oleh para pejuang Islam ini.
Hingga kini, hampir 90 persen wilayah Suriah telah mereka kuasai. Bashar
pun sudah sangat-sangat terjepit, andai bukan karena ditopang oleh
Amerika, Rusia dan Cina yang terus-menerus mendukungnya, niscaya
kekuasaannya sudah tidak lagi tersisa.
Kondisi ini diakui oleh Direktur Intelijen Nasional James Clapper di
hadapan Komite Intelijen Senat Amerika (12/3). Sebagaimana yang
dilansir Worldtribune.com (12/3), Clapper menyatakan pihak
oposisi semakin meraih kemenangan dan merebut semakin banyak wilayah,
sementara rezim Asad semakin mengalami kekurangan dukungan sumberdaya
manusia dan logistik. Menurutnya, rejim Asad tidak akan bisa
menghentikan kemenangan pasukan perlawanan dengan cara-cara
konvensional.
Berbeda dengan pergolakan di wilayah lain, di Suriah Amerika Serikat
kesulitan untuk mencari pengganti Asad yang bisa dikontrol oleh Barat.
Pada awalnya AS membentuk Dewan Nasional Suriah (SNC), namun tidak
mendapatkan hati di masyarakat. Mereka pun membentuk boneka baru The
Syrian National Coalition (Koliasi Nasional Suriah) di bawah pimpinan
Muadz al Khatib. Hingga saat ini tidak mendapatkan dukungan penuh dari
rakyat.
Tidak hanya itu, rakyat Suriah pun menolak tawaran demokrasi Amerika,
meskipun dengan embel-embel istilah negara madani yang menyesatkan.
Para mujahidin bersama rakyat lebih memilih Khilafah Islam sebagai
solusi untuk masa depan Suriah. Khilafah yang tidak hanya menumbangkan
rezim Asad tapi juga akan menyatukan negeri-negeri Islam di seluruh
dunia. Khilafah yang akan melebur batas-batas negara bangsa yang selama
ini telah mengkotak-kotak dan memperlemah dunia Islam.
Sesuatu yang sangat ditakuti oleh Barat. Seperti yang dikatakan oleh
politisi senior dan berpangaruh Amerika Henry Kissinger. Menurutnya,
yang mendorong Amerika tetap mendukung Asad adalah ketakutan akan adanya
sebuah negara yang tersentralisasi yang akan menarik daerah sekitarnya.
Senada dengan itu, Menlu Rusia Sergei Labrov juga menyatakan hal yang
sama. Ia menegaskan kalau konfrontasi Suriah melebar, negara tetangga
Suriah seperti Yordania dan Libanon akan hilang dari peta dunia.
Kita percaya rakyat Suriah tetap akan berpegang teguh dengan tujuan
mereka untuk menegakkan Khilafah, apapun tantangannya. Sebagaimana
sumpah yang telah dinyatakan oleh para mujahidin ketika mendukung
tegaknya Khilafah di depan delegasi politik Hizbut Tahrir.
Penduduk Syam insya Allah sedang menjalani apa yang terdapat dalam
hadits Rasulullah, menjadikan Syam sebagai buminya para suhada.
Rasulullah SAW bersabda: “Allah benar-benar membangkitkan 70.000 orang (syuhada’
dan shalihin) dari sebuah kota di Syam, yang disebut Homs, mereka tidak
dihisab dan tidak diadzab. Tempat kebangkitan mereka antara Zait dan
Hait di al-Barats (wilayah dekat Homs).”
Kita juga yakin mereka ingin mengembalikan as Syam termasuk Suriah
sebagai ibukota dari Khilafah. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW :
Pangkal dan tempat Darul Islam (Khilafah) adalah Syam (Suriah, Libanon,
Yordania dan Palestina) – HR at-Thabrani dengan rijal yang terpercaya. Allahu Akbar (Farid Wadjdi).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar