Rabu, 24 April 2013

Dua Tahun Revolusi Suriah

Dua tahun yang lalu, pada maret 2011, sejumlah pemuda yang berusia dibawah 15 tahun ditangkap di Dar’aa, Suriah. Pasalnya, mereka dengan berani menulis di dinding kota : “Rakyat ingin menggulingkan rezim”. Setelah itu, perlawanan pun meletus di Dar’aa. Pergolakan Arab, telah mengalir dari Tunisia, Mesir, Libya, dan selanjutnya Suriah.
Melanjutkan warisan kebuasan bapaknya, Bashar Asad menutup telinga, mata, dan hatinya dari tuntutan perubahan rakyatnya. Asad membantai rakyatnya sendiri. Seperti bapaknya, Asad menerapkan politik bumi hangus, “al-Asad au nahriqu al-bilad” (mendukung Asad atau kami bumihanguskan negeri ini) .
Beberapa kota yang menjadi pusat perlawanan dihentikan pasokan listrik, air dan makanannya. Rakyat pun hidup dalam kesulitan yang sangat.  Wilayah-wilayah perlawanan dibombardir termasuk dengan menembakkan misil. Lebih dari 70 ribu orang telah terbunuh, lebih dari 1 juta hidup di luar Suriah, di kamp pengungsian yang kondisinya menyedihkan.
Asad mengira, kekejamannya akan menghentikan perlawanan rakyat Suriah. Ternyata tidak. Perlawanan semakin membesar, terjadi di mana-mana. Rakyat Suriah pun memutuskan mengangkat senjata untuk menumbangkan rezim bengis ini. Mereka ingin menghentikan kebrutalan Asad dan begundal-begundal Shabihah yang menyiksa, membunuh, dan memperkosa secara keji Muslimah-Muslimah Suriah.
Rakyat Suriah yang mewarisi keberanian, keteguhan, dan kesabaran pahlawan-pahlawan Islam seperti Khalid bin Walid yang dikubur di tanah as Syam, melakukan perlawanan yang luar biasa. Para mujahidin Suriah, terinspirasidengan kata-kata mulia pahlawan Islam Khalid bin Walid  sebagaimana yang terdapat dalam kitab al Ishabah karya al Asqalani,  yang dipatri pusat Kota Homs : “Aku mencari kematian, dengan kemungkinan itu bisa didapat, tetapi aku belum ditakdirkan, kecuali mati di atas tempat tidurku. Tidak ada satu perbuatan yang paling aku harapkan, setelah kalimah lailaha illa-llah, ketimbang suatu malam di mana aku bermalam dengan memakai perisai, di bawah cahaya bulan di langit dan guyuran hujan hingga Subuh, sampai kami menyerang [dan mengalahkan] kaum kafir.”
Asad pun saat ini menjelang ajal, kekuasaannya di ujung tanduk.  Sejak Revolusi Islam meletus 2 tahun lalu, dan kini memasuki tahun ke-3, para pejuang Islam di sana telah meraih kemenangan demi kemenangan. Beberapa pekan lalu, mereka telah sampai di istana Bashar, dan berhasil menduduki istana di Raif Damaskus. Sebelumnya, pangkalan militer dan gudang alutsista juga berhasil dikuasai oleh para pejuang Islam ini. Hingga kini, hampir 90 persen wilayah Suriah telah mereka kuasai. Bashar pun sudah sangat-sangat terjepit, andai bukan karena ditopang oleh Amerika, Rusia dan Cina yang terus-menerus mendukungnya, niscaya kekuasaannya sudah tidak lagi tersisa.
Kondisi ini diakui oleh Direktur Intelijen Nasional James Clapper di hadapan Komite Intelijen Senat  Amerika (12/3). Sebagaimana yang dilansir Worldtribune.com (12/3), Clapper menyatakan pihak oposisi semakin meraih kemenangan dan merebut semakin banyak wilayah, sementara rezim Asad semakin mengalami kekurangan dukungan sumberdaya manusia dan logistik. Menurutnya, rejim Asad tidak akan bisa menghentikan kemenangan pasukan perlawanan dengan cara-cara konvensional.
Berbeda dengan pergolakan di wilayah lain, di Suriah Amerika Serikat kesulitan untuk mencari pengganti Asad yang bisa dikontrol oleh Barat. Pada awalnya AS membentuk Dewan Nasional Suriah (SNC), namun tidak mendapatkan hati di masyarakat. Mereka pun membentuk boneka baru The Syrian National Coalition (Koliasi Nasional Suriah) di bawah pimpinan Muadz al Khatib. Hingga saat ini tidak mendapatkan dukungan penuh dari rakyat.
Tidak hanya itu, rakyat Suriah pun menolak tawaran demokrasi Amerika, meskipun dengan embel-embel istilah negara madani yang menyesatkan. Para mujahidin bersama rakyat lebih memilih Khilafah Islam sebagai solusi untuk masa depan Suriah. Khilafah yang tidak hanya menumbangkan rezim Asad tapi juga akan menyatukan negeri-negeri Islam di seluruh dunia. Khilafah yang akan melebur batas-batas negara bangsa yang selama ini telah mengkotak-kotak dan memperlemah dunia Islam.
Sesuatu yang sangat ditakuti oleh Barat. Seperti yang dikatakan oleh politisi senior dan berpangaruh Amerika Henry Kissinger. Menurutnya, yang mendorong Amerika tetap mendukung Asad adalah ketakutan akan adanya sebuah negara yang tersentralisasi yang akan menarik daerah sekitarnya. Senada dengan itu, Menlu Rusia Sergei Labrov juga menyatakan hal yang sama. Ia menegaskan kalau konfrontasi Suriah melebar, negara tetangga Suriah seperti Yordania dan Libanon akan hilang dari peta dunia.
Kita percaya rakyat Suriah tetap akan berpegang teguh dengan tujuan mereka untuk menegakkan Khilafah, apapun tantangannya. Sebagaimana sumpah yang telah dinyatakan oleh para mujahidin ketika mendukung tegaknya Khilafah di depan delegasi politik Hizbut Tahrir.
Penduduk Syam insya Allah sedang menjalani apa yang terdapat dalam hadits Rasulullah, menjadikan Syam sebagai buminya para suhada. Rasulullah  SAW bersabda: “Allah benar-benar membangkitkan 70.000 orang (syuhada’ dan shalihin) dari sebuah kota di Syam, yang disebut Homs, mereka tidak dihisab dan tidak diadzab. Tempat kebangkitan mereka antara Zait dan Hait di al-Barats (wilayah dekat Homs).”
Kita juga yakin mereka ingin mengembalikan as Syam termasuk Suriah sebagai ibukota dari Khilafah. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW : Pangkal dan tempat Darul Islam (Khilafah) adalah Syam (Suriah, Libanon, Yordania dan Palestina) – HR at-Thabrani dengan rijal yang terpercaya. Allahu Akbar (Farid Wadjdi).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar