Kamis, 25 April 2013

Budak Dunia

http://mediaideologis-1.blogspot.com/m/catatan_ekonomi.html


Saat saya mengetik tulisan ini, sebenarnya saya dalam kondisi yang sangat sibuk dihimpit dengan jadwal dan agenda yang begitu padat. Maklumlah, saat ini saya sudah berada di semester akhir dan pasti berhadapan dengan makhluk bernama skripsi. Makhluk yang terkadang membuat orang susah tidur, tidak enak makan, dan buat pikiran kacau balau.
Terlebih lagi, proses pengerjaan skripsi diiringi dengan suara merdu dari kampung halaman nan jauh disebrang lautan menanyakan kapan kuliahnya selesai? Yang tadinya kita ingin mengerjakan dengan santai-santai saja, setelah pertanyaan kapan selesai kuliah terus disampaikan, serasa diri ini dibebani gunung Kabaena dan Krakatau. Tetapi, kesibukan apapun itu, tidak seharusnya melupakan atau bahkan meninggalkan tugas kita yang utama hidup di dunia ini, yakni beribadah kepada Allah SWT.
Hal yang berbeda dan sering kita jumpai saat ini, banyak kaum muslimin hanya karena kesibukan duniawi, mereka rela untuk meninggalkan kewajibannya sebagai seorang muslim. Mereka bisa betah berjam-jam di dalam laboratorium dengan tumpukan bahan penelitian, tetapi menyediakan waktu sepuluh menit untuk sholat terasa begitu berat. Para mahasiswa rela tidak tidur berhari-hari hanya untuk mengerjakan tugas dari seorang dosen, tetapi menyediakan waktu dua jam untuk mengkaji islam begitu sulit. bahkan kita memiliki waktu luang yang begitu banyak untuk bermain game tetapi begitu berat menyediakan waktu lima menit untuk membaca Al Qur’an.
Itulah manusia kawan, kita merasa seolah waktu 24 jam yang Allah berikan  kepada kita kurang jika dibandingkan dengan agenda kegiatan yang menumpuk dalam sehari. Padahal, jika kita amati dengan teliti terkadang agenda kita tidak lebih adalah kegiatan sampah yang tidak bernilai apa-apa di hadapan pencipta yang telah menciptakan kita. Olehnya itu, pada kesempatan ini sepertinya menarik jika dalam tulisan ini saya coba mengangkat tema “budak dunia”. Pembahasan ini bukan untuk menggurui, tetapi ini  semata-mata karena penulis ingin menyampaikan apa yang diperintahkan Allah SWT kepada kita semua. yakni saling nasehat-menasehati dalam kebaikan dan kesabaran.  Disamping itu juga, semoga tulisan ini bisa menjadi bahan muhasabah diri penulis secara pribadi karena penulispun sadar bahwa diri ini sering diperbudak dan dilenakan oleh dunia. Penulis berharap, ini menjadi amal ibadah di hadapan Allah SWT. Amin

Perbudakan yang terlupakan

            Walaupun sistem perbudakan manusia sudah hilang dan islam datang untuk menghapuskan perbudakan dan penyembahan kepada manusia, mengarahkan penyembahan hanya kepada Allah semata. namun saat ini, sadar atau tidak, kita sedang menyaksikan di depan mata kita sebuah episode baru perbudakan manusia dengan tayangan lama dan usang yang coba dipoles menjadi sesuatu yang begitu berharga namun faktanya adalah sistem perbudakan yang lebih sadis dan menjijikkan. Dengan manusia sebagai budak dan dunia sebagai tuan para budak. Bahkan dalam adegan ini, kerap menjadikan dunia sebagai tuhan-tuhan baru yang terus disembah.
            Lihatlah saat ini, manusia rela melakukan apa saja hanya untuk mendapatkan sesuatu yang bernama dunia. Mereka berani berbohong dan menghalalkan segala cara hanya untuk mendapatkan kursi kekuasaan. Mereka rela menindas manusia hanya ingin mengokohkan jabatan dan kekuasaan yang selama ini mereka pegang. Mereka rela memakan harta orang lain hanya karena ingin menaikan status sosialnya di tengah-tengah masyarakat. Bahkan, mereka rela untuk menggadaikan agamanya hanya karena sebuah materi dan kemegahan dunia. Mereka menjadikan semua itu sebagai tandingan-tandingan Allah yang lebih dicintainya, yang kepadanya mereka lebih memberikan perhatian dan kepadanya mereka lebih merasa bergantung dan tunduk.

“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan Allah. Mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang beriman amat sangat cintanya kepada Allah” (TQS al-Baqarah : 165)

Kehidupan modern yang serba bendawi saat ini, amat mudah membawa kita terjerumus kepada sikap pragmatisme yang menjadikan kenikmatan jasmani menjadi fokus dari capaian hidup kita. Kita terkadang lebih memilih kehidupan dunia yang sementara dan melenakan seraya menggadaikan kehidupan akhirat yang kekal abadi. Padahal Allah SWT berfirman :.

“Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi, sedangkan kehidupan Akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal” (QS Al A’laa : 16-17)

Itulah mengapa, dalam kitabnya Ibnu al Mubarak ketika  menggambarkan antara kehidupan dunia dan akhirat, Beliau mengatakan “Dunia bagaikan potongan salju, murah harganya dan cepat mencair. Sedangkan Akhirat bagaikan permata, mahal harganya dan tidak akan pernah mencair. Bertambahnya zuhud terhadap dunia dan keinginan terhadap kehidupan akhirat tergantung pada sejauh mana kadar ilmu (pengetahuan) terhadap perbedaan antara dunia dan akhirat”
            Tetapi bukan berarti bahwa, seorang muslim harus hidup dengan kemiskinan dan kemelaratan. Karena sesungguhnya Islam tidak melarang memiliki kekayaan yang banyak serta jabatan dan kedudukan yang tinggi ditengah-tengah masyarakat. Tetapi bagaimana cara kita mendapatkan harta dan kedudukan tersebut. Apakah semua itu kita dapatkan dengan jalan yang dihalalkan oleh Allah atau tidak.
            Memang, kesalahan memahami makna zuhud dikalangan kaum muslimpun harus diluruskan. Mereka menganggap zuhud itu identik dengan kelaparan dan pakaian yang usang yang meninggalkan kehidupan dunia serta menyukai kehidupan yang sunyi di tempat-tempat terpencil yang jauh dari keramaian dan interaksi sesama manusia. Padahal tidaklah demikian. Umar bin Abdul Aziz telah mencontohkan kita bagaimana seharusnya kita menjadikan dunia hanya ditangan kita dan akhirat di hati.
            Semoga kita bisa menjadi seorang muslim yang tidak terlena oleh kehidupan dunia yang serba bendawi. Kekayaan dan jabatan yang Allah berikan kepada kita seharusnya menjadikan kita lebih giat untuk beribadah bukan malah sebaliknya. Karena kita memahami bahwa, kehidupan dunia ini adalah tempat persinggahan sementara. Dunia ini adalah jembatan menuju kehidupan yang sesungguhnya. Sehingga kecintaan kita kepada makhluk tidak bisa mengalahkan kecintaan kita kepada pencipta kecintaan itu sendiri yang telah menciptakan Alam semesta, manusia dan kehidupan. Dialah Allah SWT.

“Katakanlah : jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, karib keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai lebih kamu cintai daripada Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak member petunjuk kepada orang-orang fasiq” (TQS at Taubah : 24)

            Saudaraku, kehidupan dunia ini ibarat sebuah lahan tempat kita menanam yang hasilnya akan kita petik di akhirat kelak. Tanaman yang baik akan menghasilkan hasil yang baik. Maka persembahkanlah yang terbaik untuk bekal kita dimasa yang akan datang. Suatu masa yang pasti akan kita jumpai. Saat itu, setiap jiwa akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang telah dilakukan di dunia ini. Apakah, timbangan kebaikan kita lebih berat atau malah timbangan keburukan kita yang lebih berat?. Wallahu ‘alam bishawab. KEN Abdullah Timur








Tidak ada komentar:

Posting Komentar