Kamis, 25 April 2013

Bukan Cinta Biasa II (Muhammad Halim Assad)



Kota Kendari terang oleh sinar purnama. Semilir angin yang bertiup dari utara membawa hawa sejuk. Sebagian rumah telah menutup pintu dan jendelanya. Aku dan Pak Rahman segera melesat meninggalkan wisma. “Kemana nih kita” tanya Pak Rahman padaku. “Kita cari makan dulu pak, habis itu baru saya ceritakan hal yang ingin saya konsultasikan nanti”. “Makan diwarung mie pangsit aja yah pak,kebetulan ada teman saya yang kerja disana siapa tau dikasih gratisan”. “Terserah kamu aja” kami terus menyusuri jalan yang tampak ramai, mencari warung tenda yang biasanya buka dimalam hari. “Dimana nih mau ceritanya, gimana kalau di kost mu aja”. tanya Pak Rahman setelah selesai makan. “Jangan di kost saya pak, kost saya suasananya ga mendukung, apalagi ada banyak orang disana”. “Atau kita balik lagi ke wisma” saran Pak Rahman lagi. Tapi wisma juga ada dosen-dosen yang lain, atau gini aja kita nyantai di sekitar wisma aja, disana kan ada kursi panjang, nah disitu aja”. “Ok deh Pak” kupikir saran Pak Rahman Bagus juga, dari pada bingung-bingung.
“Jadi apa nih yang mau di konsultasikan” Pak Rahman membuka pembicaraan. “Permasalahan ini sebenarnya sudah lama saya alami, tapi tadi malam saya merasa masalah yang saya alami ini semakin rumit saja, ibarat suatu penyakit mungkin ini bisa dikatakan sudah sangat parah atau kronis, oleh kerena itu saya merasa harus segera ditangani oleh dokter yang tepat, dan menurut pandangan saya, bapaklah orang yang menurut saya paling tepat itu, tapi saya bingung mulai dari mana ceritanya ” jawabku panjang lebar. Hatiku berdebar-debar. “Kalau boleh bapak tahu tentang persoalan apa” tanyanya hati-hati, suaranya mampu meneduhkan perasaanku sedang kacau. Ku ceritakan apa yang ku alami tadi malam. “Saya merasa diri saya betul-betul kesepian, saya merasa saya betul sendirian, saya butuh seseorang yang bisa menjadi tempat saya berbagi. berbagi masalah, berbagi suka dan duka, dan disisi lain saya punya prinsip saya tidak ingin pacaran, saya ingin sebuah hubungan yang di ridhai oleh-Nya, saya hanya ingin menikah, akan tetapi untuk menikah sekarang saya belum siap. Saya mencintai seseorang, sudah lima tahun saya menyukainya, Tapi entah kenapa saya sama sekali tidak bisa melupakan dia. Saya tidak bisa berhenti memikirkannya. Saya bingung harus bagaimana”. “Siapa dia, apakah dia mahasiswi kampus ini, dan apakah dia sudah tahu bagaimana perasaanmu kepadanya” tanya Pak Rahman.
“Namanya Zahra pak, dia bukan mahasiswi kampus ini, dia sekarang kuliah di Universitas ternama Makassar. Saya kenal dia waktu Sekolah SMA dulu, dia teman sekelas saya, orangnya cantik, cerdas, dan sholehah, dan menurut saya belum ada wanita yang mampu membuat saya jatuh cinta seperti saya jatuh cinta padanya”. “saya tahu bahwa sekarang dia belum menikah, ada keluarga saya yang juga kuliah disana. biasanya saya menanyakan tentang dia melalui sepupu saya tersebut. tapi terus terang pak, saya tidak ingin pacaran, saya hanya ingin hati menjadi tenang kembali, lagi pula kuliah saya baru semester 7, rencananya saya ingin menikah kalau saya sudah lulus kuliah.
“Bapak ingin cerita kisah cinta bapak, kamu mau mendengarnya” “Iya pak, saya siap mendengarkannya” “Dulu waktu bapak masih sekolah di Madrasah Aliyah, Bapak sempat punya pacar, bahkan bukan cuma satu orang, tapi dua atau tiga orang, bapak terpengaruh oleh teman-teman bapak, kalau ga punya pacar biasanya di olok-olok teman. Akhirnya bapak punya pacar juga, tapi pacaran yang bapak lakukan hanyalah agar tidak dikata-katai oleh teman-teman bapak. Bapak sadar apa yang bapak lakukan bukanlah berdasarkan keinginan hati bapak, bapak merasa apa yang bapak lakukan bertentangan dengan hati nurani bapak. Akhirnya sebelum bapak berangkat ke luar negeri, bapak putuskan secara baik-baik cewek-cewek bapak itu”. “Di Syria bapak juga pernah mau dijodohkan dengan seorang muallaf asal Syria, mereka orang-orang Syria lebih percaya kepada mahasiswa Indonesia daripada mahasiswa Syria. Dalam pandangan mereka orang Indonesia dibandingkan orang lokal sana ada keistimewaannya, diantaranya adalah, mereka yang belajar keluar negeri untuk mempelajari ilmu agama adalah mereka yang istimewa. mereka mau berangkat jauh-jauh dari indonesia kesini untuk menuntut ilmu agama”. Mereka berharap para muallaf tersebut bisa dibimbing oleh orang-orang yang punya kecintaan terhadap ilmu. dan konsekuen menerapkan ilmunya, Tapi orang tua bapak tidak setuju”. “Ngomong-ngomong, umurmu sekarang berapa?” “22 tahun pak” “Boleh bapak lanjutkan ceritanya” “Saya akan dengarkan” Setelah lulus dari Syria bapak melanjutkan kuliah ke Madinah, Baik di Syria maupun di Madinah, dua-duanya dibiayai dengan uang beasiswa. di Syria bapak Lulus dengan predikat Mumtadz, begitu pun di Madinah. “Nah setelah lulus, bapak langsung dikenalkan dengan ibu ketua kampus ini, bapak di minta mengajar. bapak sudah berniat untuk mengamalkan ilmu yang bapak peroleh di luar negeri tersebut di tanah air, walaupun disana bapak juga mendapat tawaran untuk melanjutkan S3 bapak, dengan biaya ditanggung pemerintah Madinah, di sana bapak banyak kenalan dengan orang-orang KBRI, kadang bapak di minta untuk menjadi Bodyguard yang kerjanya menemani pejabat-pejabat di sana. atau terkadang menjaga tempat kediamannya, ya kalau dilihat fostur tubuh bapak memang cukup pantas untuk tugas itu, kepandaian bapak dalam bahasa arab menunjang pekerjaan bapak, kerena yang datang kerumah para pejabat-pejabat itu bukan sekedar orang indonesia saja”. “Umur bapak sekarang 28 tahun, orang tua bapak ingin sekali bapak menikah.
Kamu tahu siapa yang menjadi pilihan bapak untuk menjadi pendamping bapak”. Aku menggeleng, Bapak sudah musyawarah dengan orang tua bapak. Bapak sudah menanyakan apa ada calon yang ingin orang tua bapak ajukankan untuk bapak pertimbangan, bapak merasa orang tua punya hak untuk mengajukan siapa yang akan menjadi pendamping kita. Orang tua bapak menyerahkan semuanya kepada bapak, yang penting wanita tersebut adalah wanita yang sholehah, pesan beliau kepada bapak. “Wanita yang menjadi pilihan bapak, kalau dilihat dari kecantikannya, wajahnya biasa-biasa saja” dia tidak cantik secara fisik, bapak mencintainya kerena dia adalah wanita yang sholehah, dia adalah anak dari kyai di pesantren tempat bapak belajar dulu. Bapak ingin menjadi hadiah baginya, Pendidikannya juga hanya Madrasah Aliyah. Raut Wajahku berubah mendengar pilihan Pak Rahman, mengingatkanku siapa diriku. Aku begitu menuntut yang sempurna, padahal siapalah diriku, apalah kelebihanku. sedangkan Pak Rahman Seorang pemuda yang cerdas, Lulusan luar negeri, punya pekerjaan yang mapan, dan kelebihan-kelebihan yang lainnya, memilih seorang wanita yang wajahnya biasa-biasa saja, tanpa terasa ada yang menggenang dikedua mataku, kemudian air mataku jatuh satu persatu membasahi pipiku. Aku betul-betul terharu. ”Saya tidak sanggup seperti bapak” lirihku sambil berusaha menyembunyikan air mataku. “Saya masih belum bisa mencintai wanita yang tidak cantik, wanita yang sekedar sholehah saja. Jika yang cantik memilih yang tampan, dan sebaliknya semua yang tampan memilih yang cantik, kapan mereka punya kesempatan untuk memperbaiki keturunan, jawab
ku sambil bercanda. Mereka yang sholehah namun tidak di anugrahi kecantikan oleh Allah sebenarnya mereka juga berharap mendapatkan pasangan yang tampan, terkadang mereka tidak percaya diri, mereka merasa minder, nah bapak bermaksud menjadi hadiah bagi mereka. Mereka Sholehah, Qanitat, dan Khafizat. Jika bapak memilih wanita hanya kerena kecantikannya saja bapak malu kepada Allah, bapak selalu mengingatkan orang-orang agar dalam memilih jodoh selalu melihat aspek agama sebagai hal nomor satu yang harus dipertimbangkan, nah kalau bapak sendiri memilih yang cantik. Apa kata dunia. Lagi-lagi beliau tersenyum. “Dan pesan bapak, sebelum kita mengharapkan seorang wanita yang sholehah maka hendaklah kita berkaca diri, sejauh mana kualitas diri kita, jika kita adalah laki-laki yang sholeh maka yakinlah bahwa kita akan mendapatkan wanita yang sholehah pula. Sebagaimana firman Allah yang artinya: Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita yang keji (pula) dan wanita yang baik-baik adalah untuk laki-laki yang baik-baik dan laki-laki yang baik-baik adalah untuk wanita yang baik-baik (pula)…… (An Nuur: 26) Bacaan Al Qur’annya begitu fasih. Aku semakin merasa diriku kecil.
“Jangan seperti debu yang merasa seperti gunung” nasehatku dalam hati. Selain ayat di atas ada hal yang perlu kamu ketahui, ada tiga tangga menuju pernikahan, 3 Si, Si yang pertama adalah Koleksi, Si yang kedua adalah Seleksi, dan Si yang terakhir adalah Resepsi, Ketika kamu belum siap untuk menikah maka kamu hendaknya hanya menapaki tangga pertama yakni koleksi, kamu berhak mengenal seorang wanita yang menurutmu cocok untukmu, bahkan bukan Cuma satu orang, dua atau tiga juga tidak apa-apa, tapi ingat belum saatnya bagi kamu untuk mengutarakan perasaanmu, kerena kamu belum siap untuk menikah. Ketika kamu sudah siap menikah maka kamu boleh menapaki tangga kedua yaitu seleksi, memilih siapa diantara mereka yang kamu pikir pantas dan sanggup mendampingi hidup, jika diantara mereka ada yang menolak masih ada yang lain, kalau kamu memang sudah siap menikah nantinya bapak do’akan kamu supaya mendapatkan yang terbaik menurut Allah. Nah Si yang ketiga adalah Resepsi, bapak yakin kamu sudah mengerti. “Dan mengenai apa yang kamu alami tadi malam, pasrahkan seluruh perasaanmu kepada Allah, kembalikan hatimu kepada satu-satunya yang berhak kita cinta yaitu Allah, hatimu telah menduakannya,”.
Aku baru sadar ternyata aku terlalu berlebihan dalam mencintainya, bahkan melebihi cinta kepada Allah, Buktinya aku tidak bisa tenang walaupun hatiku juga mengingat Allah. “Hati itu ibarat sebuah kursi, apabila sudah terisi dengan Allah maka yang lain tidak akan bisa mendudukinya, tapi apabila kursi itu sudah terisi dengan yang hal-hal yang lain. maka Allah pun akan tersinggirkan. di dunia ini,hanya ada dua pilihan yaitu baik atau buruk. Apabila terisi dengan kebaikan maka keburukan yang akan menyingkir dan begitu pula sebaliknya. pilihan ada di tanganmu.
“Bagaimana perasaanmu sekarang”
“Alhamdulillah pak, Hati saya sudah merasa tenang, saya benar-benar mendapat pencerahan malam ini, rupanya Allah menguji saya dengan kejadian semalam agar saya memahami makna cinta yang sejati"
” Cinta yang didasarkan benar-benar kerena-Nya. Seperti apa yang bapak jelaskan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar