Kamis, 25 April 2013

BUKAN CINTA BIASA



OLEH: MUHAMMAD HALIM ASSAD
Malam sudah larut, kulirik jam tanganku sudah menunjukkan pukul 22.00 wita, aku belum bisa tidur, mataku belum mengantuk. Udara lembab, apalagi di kamarku, kamar yang sebenarnya terlalu sempit bagiku, ukurannya 2 x 4 m, jendelanya tertutup rapat, sengaja dikunci agar nyamuk tidak masuk. Hanya kamar ini yang bisa ku sewa, penghasilanku sebagai pedagang es keliling membuatku harus berhemat, apalagi aku masih kuliah. walaupun biaya kuliah murah, tetapi bukankah untuk membeli buku, membayar biaya fotocopy juga butuh uang. jadi kuputuskan biarlah untuk sementara aku tinggal dikamar sempit ini pikirku. Sewanya 500ribu/bulan. Uang yang lumayan besar jika dihitung dari penghasilanku yang tidak seberapa. Kurebahkan tubuhku telantang, mataku menatap langit-langit kamar. Sebenarnya bukan udara lembab yang membuat aku tak bisa tidur, tapi pikiranku sedang kacau.
“Ah perasaan ini lagi…Astagfirullah………” gumamku.
Hatiku tidak tentram, rasanya ingin sekali aku berteriak sekeras-kerasnya, atau menangis sejadi-jadinya. tapi akal sehatku masih jalan. Aku sadar aku lelaki, aku harus mampu tegar, lagi pula aku tidak sendirian di rumah kost ini, disini ada banyak orang, aku takut membuat  mereka bangun dan mengamuk. aku tidak ingin orang-orang dirumah ini menyangka aku gila kerena berteriak tanpa sebab yang mereka ketahui. Tapi serasa aku memang sudah hampir gila. “Sekali lagi aku harus tegar” Ucapku dalam hati.
Aku dilanda rindu yang sangat, aku dirundung rindu yang begitu berat. membuat batinku terasa tersiksa, merana. Hatiku seolah-olah digerogoti oleh sesuatu. Bayangan Zahra menari-nari dipelupuk mataku. Aku coba membuangnya jauh-jauh, tapi usahaku tetap sia-sia. Hatiku terus berdebar-debar kalau aku mengingat namanya. Aku sering mengalami ini, tapi kali ini serasa begitu luar biasa. “Ya Allah, beri hamba kekuatan ya Allah” do’aku. Sebagai seorang muslim aku tahu perasaan ini seharusnya mampu aku kendalikan.
Tapi aku manusia, aku laki-laki normal, aku bukan malaikat. “Laki-laki mana ya Allah yang tidak jatuh hati padanya” ucapku. Cinta pada pandangan pertama, itulah yang aku alami. “Sudah lima tahun ya Allah perasaan ini aku redam” itu semua kerena-Mu, tapi sepertinya kali ini aku sudah hampir tidak sanggup lagi meredamnya, menyimpannya sendiri. Aku tahu ini ujian dari-Mu, dan aku pun tahu Engkau tidak akan menguji hambamu diluar batas kemampuan hamba. Hamba belum siap mengutarakan perasaan hamba, hamba belum siap untuk menjadikan cinta ini menjadi halal, hamba tidak ingin menjadi tumbal cinta ya Allah, tentramkan hati hamba Ya Allah”. Ku coba lafadzkan dzikir berharap dapatkan ketenangan. Kutarik nafasku dan kusertakan Asma-Nya. tapi hatiku masih resah, belum juga tenang. “aku harus berkonsultasi dengan seseorang” pikirku. “Aku tidak bisa menyimpan permasalahan ini sendirian. bisa-bisa nanti aku jadi gila. tapi siapa ya” otakku berpikir keras. “Siapa ya yang bisa kupercaya dan bisa memahami bagaimana diriku dan permasalahanku”. Akhirnya kuputuskan untuk berkonsultasi dengan Pak Rahman. Dosen sekaligus ustad dalam pengajianku di kampus.
***************
Sudah hampir satu jam, Aku juga belum tidur Ya Allah makhluk Engkau yang mana yang tidak jatuh hati padanya, Dia begitu mempesona, sederet kehebatan yang dimilikinya, cantik, cerdas, sholehah, kecantikannya alami bukan polesan, sepertinya Engkau menciptakannya dari ektrak dedaunan tanpa pengawet. Wajar kalau dia menjadi dambaan setiap pria. Prinsipnya adalah tidak ada kata pacaran sebelum menikah, Itulah yang membuat aku jatuh cinta padanya, dia selalu menjaga diri, menjaga kehormatannya sebagai seorang wanita, sebagai seorang muslimah yang sholehah. Suaranya begitu merdu, tapi bukan sekedar merdu ya Allah, budi bahasanya juga luar biasa. Dia bukan sekedar pandai ya Allah tapi juga cerdas. Malam tambah larut, aku tertidur setelah puas mengadukan segala permasalahanku pada-Nya.

Hari ini kuliah libur, sehingga aku bisa melakukan aktifitasku seperti biasa, berjualan keliling untuk mendapatkan sesuap nasi, dan kalau ada berlebih kusisihkan untuk orang tuaku, walaupun nilai tidak seberapa tapi setidaknya dapat meringankan beban beliau. kalau pagi aku biasanya berangkat jam tujuh dan pulang pukul 9.00, istirahat sebentar lalu kuliah....
“Pak, ada waktu kah nanti malam, ada hal yang ingin saya konsultasikan, sorry pak sms soalnya lagi boke, pulsa tingal dikit”. Kukirim sebuah sms kepada Pak Rahman. Beliau adalah seorang dosen lulusan luar negeri, S1-nya di Syiria, dan S2-nya di Madinah. Beliau adalah sosok dosen yang tawadhu’, disenangi oleh semua mahasiswa. masih muda, usianya baru 28 tahun. “Insya Allah ada, datang aja nanti malam, saya tunggu” balas beliau. Aku senang sekali, rasanya aku tidak sabar lagi ingin mengutarakan permasalahanku kepada beliau, tapi aku harus melakukan pekerjaanku.
Matahari sebentar lagi akan tenggelam. Warna kuning keemasan bersepuh kemerahan yang terpancar dari bola matahari menampilkan pemandangan luar biasa indah. Cahaya Matahari mengingatkanku untuk segera pulang. Sebelum magrib aku sudah tiba dirumah, kubersihkan tubuhku, mandi dan berwudhu. Suara lantunan ayat suci Al Qur’an terdengar jelas dari mesjid yang terletak tak jauh dari tempat tinggalku, menandakan maghrib akan segera tiba. Seusai shalat maghrib segera aku menuju ke wisma dosen yang merupakan tempat tinggal para dosen di kampusku. Kuketuk pintu wisma seraya ku ucapkan salam,
“Assalamualaikum………”
“Wa alaikum salam warahmatullahi wabarkatuh” jawab penghuni wisma yang tak lain adalah pak Rahman. Seraya membukakan pintu. “Masuk nak” titah Pak Rahman. “Duduk, sebentar ya” ia masuk kekamarnya dan kemudian keluar dengan membawa dua gelas air bersama kue kering dan jajanan lainnya.
“Ga usah repot-repot pak” jawabku. “Maaf cuma air putih” katanya sambil tersenyum. “Ada apa ” tanya dosen yang lain, yang tinggal serumah dengan Pak Rahman. “Mau ngajak Pak Rahman jalan Pak” jawabku. Kok cuma Pak Rahman yang di ajak” tanyanya dengan nada bercanda, aku hanya tersenyum.

Bersambung…………..


Tidak ada komentar:

Posting Komentar