Kamis, 25 April 2013

DREAMS COME TRUE



Oleh: Muhammad Halim Assad

Kawan. Pernah kah membayangkan tentang bagaimana kemenangan dakwah kampus. pernah sepersekian detik kamu berkhayal tentang indahnya kampus ketika nilai Islam meresapi setiap relung mahasiswa di kampus.

Tahukah kamu kawan, aku pernah membayangkannya, aku pernah masuk dalam indahnya bermimpi tentang kemenangan itu, rasanya sangat indah, dan aku ingin juga membagi rasa ini kepada kawan semua.

Monolog berikut kupersembahkan khusus untuk pejuang dakwah yang tak kenal lelah. Yakinlah bahwa tetes keringat yang berjatuhan adalah saksi bisu atas perjuangan besar Karena rindu pada Rabb..

Aku sedang berjalan di jalan setapak taman masjid kampusku, sebuah masjid kampus yang megah karena arsitekturnya yang kompleks.
yang menghangatkan jemari dan dahi yang bersujud dan bersimpuh meraih nikmat Rabb. Aku menjadi teringat pemandangan 7 tahun lalu, ketika aku menjadi salahsatu aktivis dakwah di kampus ini. tidak ada yang berbeda dengan nuansa kampus ini, tidak ada yang berubah dari masjid kampus ini, masih sama, masih sejuk dan menimbulkan sebuah kenangan indah atas perjuangan dakwah aku dan kawan-kawanku ketika masih mahasiswa.

Siang itu, adzan dzuhur tiba, "Hayya 'alaa Sholaa" begitulah pekikan muadzin ketika aku melepas tali sepatu ku. Terdiam sejenak mencoba melihat sekeliling tempat penitipan, segerombolan orang hilir mudik tergesa-gesa menuju kedalam masjid, mereka berjalan menunduk dan dengan langkah sigap, seakan-akan ketinggalan kereta terakhir di stasiun. Mereka bahkan rela membuang makanan yang mereka sedang bawa demi meraih keutamaan Rukun Islam ini. toko pun menutup gerai mereka dan memasang tulisan besar berwarna merah "TUTUP 10 MENIT, SEDANG SHALAT"
di depan pintu toko-toko yang menjadi bagian terintegrasi dari masjid kampus ini.

Aku mencoba berpikir apa yang terjadi, 7 tahun sejak aku berpisah dengan kampus ini dan meraih pendidikan Master ternyata telah membuat sebuah nuansa berbeda, tapi aku mencoba berpikir kembali "mungkin ini dampak ramadhan yang baru usai pekan lalu". Kutitipkan sepatu puma berwarna coklat milikiku, ke penitipan sepatu.

Berjalan kembali diriku untuk mengambil air wudhu, "laa ilaaha illalallahu. ." a
dzan pun usai, lantai keramik putih itu sudah diganti sepertinya, dengan lantai yang lebih kokoh, Basuhan wudhu terakhir ku ke jari kaki kelingking bersamaan dengan bunyi microphone yang sedang di nyalakan, aku pun bergegas menaiki tangga masjid untuk mengikuti Shalat zuhur ini.
Terperanjat diriku melihat pemandangan yang hampir tidak bisa aku bayangkan 7 tahun silam, jamaah zuhur sangat berlimpah, hingga ke koridor masjid, balkon lantai tiga dipenuhi muslimah-muslimah yang juga dengan rapat menjaga keutamaan shaff berjamaah. Aku berpikir, kawan, mungkin itu mengapa banyak mahasiswa yang terburu-buru menuju masjid, saat ini, hukuman bagi mahasiswa yang telat hadir shalat berjamaah adalah tidak mendapatkan shaff pertama. Subhanallah, kuulangi kawan, hukuman yang mereka khawatirkan jika telat bergabung dalam shalat berjamaah adalah tidak mendapat tempat shalat di shaff pertama.

Aku pun terpaksa shalat di koridor  masjid, siku-ku sangat dekat dengan tembok pembatas, karena jamaah mencoba mengisi setiap millimeter ruang yang ada dengan baik. Sebuah kebiasaan yang ditempa di masjid kampus ku, teringat saat masih kuliah dulu, imam masjid tidak mau memulai jika shaff tidak kunjung rapat.

"rapatkan shaff shalat, ujung kelingking menempel kelingking sebelahnya dan tumitnya digaris. Pastikan shaff rata dan lurus.Penuhi dahulu shaff terdepan, pastikan tidak ada celah yang ada, shaff selanjutnya dimulai dari tengah. Rapatkan dan luruskan"

Kata-kata rutin yang senantiasa di ulang, dan tanpa sadar aku pun melakukan hal yang sama jika menjadi imam shalat.
Shalat pun dimulai, hening, tenang, tidak ada suara pedagang, tidak ada klakson mobil atau motor, yang ada hanya kicauan burung dan hembusan angin yang membuat sengatan matahari tak terasa pedihnya. Sesekali aku mendengar hentakan kaki pria dewasa yang tergesa-gesa bergabung dalam jamaah; sial aku telat, mungkin itu kata-kata yang ia ucapkan dalam hati, meratapi dirinya yang gagal mendapat shaff pertama.

"Assalamualaikum warahmatullah" imam mengakhiri shalat dengan salam yang menggetarkan hati, terasa dalam suaranya ia enggan berhenti dari suatu momen untuk berkomunikasi dengan Rabb. Zikir dan do'a aku lantunkan dalam hati setelah salam ku, seperti biasa aku menutup mataku dalam do'a setelah shalat. Tidak melihat situasi sekitar. Sekitar 5 menit lamanya aku mencoba mencurahkan isi hati ku pada Allah, mengucapkan syukur karena diizinkan kembali ke kampus ini, tempat aku belajar dan mengenal dakwah Islam.

"Alhamdulillah" , kalimat tahmid ini menutup do'aku seraya membuka kelopak mata dan bergegas mengambil kacamata. Kulihat
kanan dan kiri, dan lagi-lagi aku terkejut dengan pemandangan yang aku lihat lagi saat ini, koridor masih penuh jamaah, hanya sebagian yang telah meninggalkan masjid, dan kulihat di shaff belakang ada rombongan jamaah kedua yang menjalankan shalat, aku yakin mereka bukan telat datang, akan tetapi kapasitas masjid yang terbatas memaksa mereka harus shalat di kloter kedua ( istilah yang kami buat saat masih mahasiswa ).

Aku melihat kedepan, seorang lelaki berkemeja warna putih, dan dipadu dengan celana hitam sedang membaca Qur'an dengan baik pastinya anak FKIP. Di belakangku, tampak mahasiwa Teknik, yang bisa aku di identifikasikan dari kemeja hitam yang bertuliskan Civil Enginering dan  jeans hitam yang dipakai, ia sedang sibuk membaca Qur'an.

Diseberang sana, di dalam ruang utama, ada beberapa orang bercelana  hitam dan di padu dengan kemeja dan baju koko, serta berjenggot tipis, kader dakwah ini pastinya , aku tersenyum dalam hati. Mereka sedang mengecek hafalan Qur'an dan  ngisi kajian.
Indahnya kawan, sangat indah, tiba-tiba aku masuk dalam ruang fantasiku, aku membayangkan, bukan, aku menjadi teringat diriku sendirian di ruang utama masjid kampusku, tak banyak orang saat itu, aku mati-matian menghafal an-nur  55 sendirian, karena sorenya aku harus menyetornya ke musrip ku, kejadian itu kalau tidak salah ketika semester 1.

Allahu akbar yaa Al Aziz, lantutan ayat-ayat mu saling sahut menyahut, saling di lantunkan di masjid ini, di masjid kampus yang akan mencetak banyak sekali pejuang-pejuang peradaban masa depan.

Aku beranjak setelah membaca mushaf ku sekitar 2 halaman, kebiasaan yang sejak kuliah aku coba bangun. Pukul 12.30 saat itu, aku beranjak mengambil sepatu ku, dan berjalan menuju fakultas, dan melihat time planing di HP ku, ;

12..45 ; bertemu ketua prodi S-1 Elektro

16.00 ; afternoon keliling kampus

19.30 ; bertemu aktifis dakwah kampus / sarasehan and dinner ( masjid kampus )

Tiga agenda ini akan mengisi hariku di kampus penuh kenangan dan romantika hidup yang tak tergantikan.

Langkah ku menuju gerbang utama kampus disambut dengan baliho besar kegiatan-kegiatan mahasiswa.
Tiga baliho di sebelah kanan dan empat baliho di sebelah kiri gerbang utama. Tertera di sana beberapa kegiatan; symposium energy nasional, student entrepreneur expo, kolaborasi seni nusantara, enginering expo, seminar nasional, penyambutan mahasiswa baru oleh lembaga dakwah kampus,
Training, dan sebuah pengumuman resmi dari rektorat. Kupandangi satu per satu baliho megah ini. lagi-lagi terlintas memori mendirikan dan memasang baliho ditengah hujan dengan kayu yang seadanya dan alat seperlunya.

Sambil berjalan aku mendengar percakapan mahasiswa mahasiswi yang berpapasan denganku ;
"alhamdulillah, UTS ku dapat 95" ucap seorang mahasiswa tingkat 1
"Besok Quiz, aku harus shalat tahajud malam ini" bisik seorang mahasiswi ke sahabatnya

"waa, barokallah, senangnya ya sidang lulus" di iringi senyum menawan yang ikhlas dari seorang mahasiswi

"nanti malam halaqoh  jam berapa ?" Tanya seorang mahasiswa kepada temannya

"eh katanya besok sabtu ada mabit yah di masjid kampus" seorang mahasiswa sedang menelpon temannya


"assalamualaikum ukhti, gimana tilawahnya hari ini?" dua orang mahasiswi berjilbab saling bersalaman dan saling menyapa ramah

"bro, udah hafal juz 30 belum ? pekan depan harus
setoran nih" seorang mahasiswa memotivasi sahabatnya

Lagi-lagi
Aku termenung dalam langkah, gila ini kampus, macem pesantren aja pembicaraannya. Tidak ada gossip, tidak ada cacian ke dosen, tidak ada pembicaraan tidak berbobot, tidak ada kata-kata kotor dan tidak ada raut muka jarang shalat rupanya.

Aku tersenyum dalam perjalanan ku, mengucap rasa syukur yang mendalam kepada Allah; ya Rabb, sungguh indah janjiMu, terima kasih atas pertolongan yang Engkau berikan kepada kampusku ini.

Aku terus melangkah ke dalam kampus, langkah pelan namun pasti sambil mengamati perubahan demi perubahan yang terjadi selama 7 tahun ini. tiba-tiba pundakku di tabrak seorang mahasiswa yang sedang mendengarkan music melalui iPod dan tak sengaja terlepas earphone nya, , lalu terdengarlah lantutan Qur'an dari iPod mahasiswa
itu permisi, afwan, saya sedang menghafal musik yang saya dengar" begitu kata mahasiswa tersebut dengan rendah hati. Dalam hati aku menjawab, musik atau ayat Qur'an!. Kawan, jika kamu melihat mahasiswa yang menabrakku ku tadi, pasti kamu tak akan menyangka pria ini sedang menghafal Qur'an, tidak tampak dari nya sosok aktifis dakwah yang selama ini kita kenal dan gemar menghafal Qur'an. Dan aku berkata kembali dalam hati, subhanallah, kalau mahasiswa biasanya aja menghafal Qur'an bagaimana para kader dakwahnya, pada hafidz mungkin yah?.

Gerombolan muslimah berjilbab dan yang berjilbab aku lihat di sebelah kiri pandanganku, mereka berjalan bersama dan saling bercerita bahagia satu sama lain, sepertinya para muslimah berjilbab sudah bisa merangkul para muslimah yang belum berjilbab. Dalam gerombolah itu tampak, perempuan berambut pirang, seorang lagi dengan rok serta atasan kemeja dengan rambut yang tampak sehabis di re-bonding, seorang lagi perempuan tomboy, aku bisa mengenalinya karena rambutnya yang seperti cowo, dan seorang lagi perempuan berpakaian seadanya, tapi ia tampak paling antusias mendengar kawannya yang berjilbab lebar bercerita.

Di sekitar selasar mesjid, aku melihat sekitar delapan kelompok halaqoh sedang duduk melingkar. Ada kelompok yang tampaknya memiliki musrip yang sangat semangat, aku tertawa melihatnya, anggota kelompok halaqoh tampak serius memperhatikan sang musrip menjelaskan.Di sisi lain ada kelompok yang tenang, dan ditengah nya tersedia molen(jenis gorengan) sebagai pengikat halaqoh mereka, disisi lain, ada kelompok yang sedang nyetor hafalan ayatnya.

Di lain sudut ada kelompok muslimah yang menjalankan halaqoh, tampak musripah yang lembut sedang memberikan nasehat kepada anggota halaqohnya. Tidak ada satupun darinya yang mengenakan jilbab, hanya musripah nya saja.

Aiih, sungguh indah pemandangan ini, apalagi jika kawan perhatikan apa yang
saya lihat, beberapa mahasiswa duduk-duduk di bangku taman sambil membaca Al Qur'an, sebagian membaca buku dengan serius, ada pula yang tiduran di bangku taman sambil murajaah hafalannya. Serta ada sebagian lain yang berdiskusi serius satu sama lain.
Hingga tibalah aku ke gedung perkuliahan ku yang dulu, rupanya masih sama, bangunan tiga lantai. Sebelum menaiki tangga menuju ruang kepala program studi, aku mengintip ruang kuliah yang berada tepat dilantai 1, ruang kuliah berkapasitas 80 orang itu tampak sama dari segi fisik, tapi aku merasakan ada hal yang beda saat itu, aku mencoba berpikir, kawan, apa yang beda ?

Ternyata memang beda, mahasiswa dan mahasiswi tidak lagi duduk bercampur, mereka terpisah oleh jarak sekitar satu bangku, mahasiswa di sebelah kanan dan mahasiswi di sebelah kiri. Mereka semua sibuk mencatat dengan menggunakan laptop yang mereka miliki, memperhatikan dosen yang dengan semangat menjelaskan bagaimana politik dapat mempengaruhi perencanaan suatu wilayah.

Tampak oleh ku, papan tulis itu dihiasi dengan lafadz basmallah di bagian atas tengah. Sesekali sang dosen mengaitkan apa yang ia sampaikan dengan ayat yang ada pada Al Qur'an. "perencanaan ini adalah sebuah keharusan bagi sebuah negara, walau ada ilmuwan yang berpandangan, doing nothing is planning, tapi Allah pernah berfirman dalam Ar Raad ayat 11 bahwa Ia tidak akan mengubah keadaan sebuah kaum kecuali kaum itu berusaha untuk mengubahnya, . Jadi jika perencanaan itu tidak dilakukan, maka sama saja kita anti perubahan" begitulah ungkap dosen tersebut dengan intonasi yang membuat setiap orang memperhatikannya, dan membuat jentik jemari kita siap siaga untuk mencatat setiap kata yang terlontar dari mulutnya.

Aku melihat ke sekitar gedung ini, kuingat bahwa di situ ada secretariat BEM fakultas ku, kucoba menghampiri dengan rasa ingin tahu, perubahan apa yang telah terjadi.
Memasuki ruang BEM, aku mendengar seseorang sedang melantunkan Al Qur'an, kulihat sekeliling, ada yang sedang mengerjakan tugas, ada yang sedang rapat kaderisasi. Aku mendengar bahwa mereka sedang menyusun kurikulum kajian agama untuk di masukan dalam sistem kaderisasi mahasiswa baru. Bahkan, taukah kamu kawan, ada seorang peserta rapat menyeletuk, "gimana kalau kita buat standar ibadah harian untuk para peserta kaderisasi yang muslim".

Tak berlama-lama aku mengabiskan waktu di BEM, sudah pukul 12.45, aku harus bergegas ke ruang ketua program studi. Setiba aku ke ruang ketua program studi aku disambut bak anak yang kembali dari perantauan. Kita berbicara sejenak mengenai disertasi S-2 ku yang mendapat hasil  memuaskan."sudah bapak bilang, mahasiswa SULTRA  itu cerdas-cerdas, sungguh kamu buat bapak bangga. Pembicaraan berlanjut tentang kondisi keislaman kampus, beliau lagi-lagi berkata "saya juga sangat senang dengan kondisi Islam di kampus sekarang ini, para aktifis dakwah nya adalah yang terbaik secara akademik di kelas, hampir seluruh asisten praktikum di isi oleh orang-orang masjid itu, dan mereka juga cerdas. Tingkat mencontek di kelas turun drastis, mahasiswa menunjukkan hormatnya pada dosen.
Pembicaraan kami semakin menarik dan tak terasa sudah pukul 15.00, saya pun berpamitan dengan beliau, dan beliau pun juga harus mengajar pukul 15.30. "sekarang jadwal kuliah tidak boleh berbentrokan dengan jadwal shalat, ini kebijakan rektor baru" dalam hati aku berkata kembali, seperti nya pak rector sudah berafiliasi kepada Islam.

Aku kembali ke masjid kampus, dan melihat mahasiswa berjalan cepat menuju masjid, sangat banyak jumlahnya, seperti jamaah haji yang hendak melempar jumrah. Aku pun shalat ashar, dan setelah itu aku berjalan keliling kampus, lagi-lagi aku memperhatikan tingkah laku mahasiswa yang ada disana. Ada kumpulan mahasiswa sedang rapat dalam bentuk melingkar, akan tetapi ada batas antara pria dan wanita. Aku melihat sepasang mahasiswa dan mahasiswi yang berpapasan, mereka saling menyapa tapi tidak bersentuhan satu sama lain. Sepertinya budaya salaman berlawanan jenis sudah tidak popular lagi.

Di seberang sana, Lapangan bola pun tampak ramai, ada yang berubah kawan, bukan lapangannya, tapi para pemain bola mengenakan celana di bawah lutut, bukan celana panjang memang, tapi aku yakin aurat mereka telah tertutup.

Tak lama kemudian, saya bertemu dengan presiden mahasiswa. Saya memperhatikan anak ini, pakaiannya casual, paduan celana jeans dan kemeja putih lengan panjang, aku menilik ke dalam saku kemejanya, ada mushaf kecil di dalamnya. Subhanallah, presiden mahasiswa kampusku seorang yang dekat dengan Qur'an. Kami pun berbicara tentang berbagai hal, dimulai dari kenalan singkat, pembicaraan mengenai kisah mahasiswa dan perjuangannya masa lalu, dilanjutkan dengan kondisi saat ini, dan pada bagian ini ia bercerita dengan semangat.

"kampus ini sekarang bisa dikatakan tiada hari tanpa kajian, ya karena hampir setiap hari ada lembaga dakwah kampus yang mengadakan kajian. Mahasiswa pun sudah menyadari perannya dan kapasitasnya dalam kontribusi kepada masyarakat.. Saat ini Indonesia bisa merasakan manfaat kemahasiswaan dengan nyata" ia bercerita dengan bangga dan menggebu-gebu. Aku pun terbawa oleh arus kisahnya itu, sangat membanggakan memang.

"mahasiswa pun sudah tersadari bahwa Agama adalah suatu yang integral dengan kehidupan sehari-hari. Para ketua himpunan dan unit saat ini pun juga mempunyai kajian khusus untuk mereka, isinya di sesuaikan dengan kebutuhan mereka sebagai pemimpin". Sepertinya lembaga dakwah kampus sudah berhasil menanamkan nilai Islam dengan baik.
Magrib pun tiba, masjid kampus menjadi tempatku berteduh kembali, setelah ibadah magrib, aku kembali membaca mushafku. Ternyata aku tak sendirian membaca Al Qur'an saat itu. Mahasiswa sepertinya mengalokasikan waktu diantara magrib dan isya untuk memaksimalkan interaksi dengan Qur'an, kebanyakan dari mereka tilawah dan murajaah. Tidak banyak yang meninggalkan masjid untuk makan malam atau pulang ke kost.Mereka benar-benar telah memilih untuk mengisi waktu diantara shalat ini untuk mengisi kembali semangat mereka dalam beraktifitas dengan cara yang sangat mulia,
berinteraksi dengan Qur'an.

Isya berkumandang, aku pun shalat berjamaah kembali, sungguh nikmat hari ku ini. setelah sekian lama berkelana demi gelar Masterku aku akhirnya bisa merasakan Shalat berjamaah empat kali di kampus ku, dengan bacaan imam yang panjang nan merdu, membuat para jamaah hanyut dalam do'a dan komunikasi kepada Allah. Seperti sendiri di
padang pasir, tak ada yang melihat, hanya aku dan Rabb ku, sangat terasa menggetarkan hati setiap untaian ayat yang diucapkan imam.

Fabi ayyiaa laa irabbikumaa tukadzibaan, lantutan Ar Rahman ini membuat separuh jamaah menangis, aku rasa mereka mahfum terhadap makna dari ayat ini. Shalat Isya pun usai, dan aku mempersiapkan diri untuk janjiku yang terakhir hari ini..

Tak lama setelah shalat rawatib , pundakku ditepuk dari belakang, "Ustad Rizal, bagaimana kabarnya, pertemuan kita di sekretariat saja dilantai dasar, teman-teman sudah menunggu "

 Aku masuk sekret dan bersalaman dengan sekitar delapan pengurus lembaga dakwah kampus lainnya. Aku mencoba melihat sekeliling, ada beberapa piagam mengisi pelatihan, dan aku memperhatikan dengan seksama buku dalam rak buku yang tersusun rapih, aku melihat buku-buku tulisan teman2ku dulu tentang dakwah kampus masih di simpan dengan baik di rak itu. Romantika masa lalu, aku pun teringat pada kawan-kawan seperjuangan ku di kampus, 4,5 tahun di lembaga dakwah kampus membuat aku memiliki cukup modal untuk berjuang melewati dunia nyata.

Pertemuan malam itu dengan kawan-kawan dari lembaga dakwah kampus adalah sebuah kenangan tersendiri bagi hidupku kawan, aku seakan 7 tahun lebih muda, aku seakan memasuki suatu dunia khayal baru, ketika mereka menceritakan kesuksesan mereka. Rencana besar mereka yang akan menjadi tuan rumah international Islamic student conference tahun depan, lalu mereka memperlihatkan suatu sistem memuat controlling 600 kelompok halaqoh di kampus , mereka juga dengan bahagia memperlihatkan dokumentasi acara mereka yang selalu di hadiri banyak mahasiswa.saya jadi teringat dengan perjuangan teman-teman dalam menyukseskan Kongres Mahasiswa Islam Sultra dan Agenda Konferensi lain nya.

Malam itu sangat indah kawan, dan kalimat terakhir dari mereka sebagai ungkapan perpisahan malam itu dan ucapan selamat datang kembali bagi saya.

"ahlan wa sahlan Ustad Rizal, kami harap kita bisa membuat legenda dakwah kampus bersama"

Ya kawan, kita akan selalu berjuang bersama, Kita akan buat legenda kita bersama
Ini adalah mimpi ku kawan, bukan khayalan belaka tetapi sebuah cita-cita mulai.

Kawan, apakah kamu bisa merasakan keindahan yang kurasakan ? rasakanlah kawanku, rasakan keindahan ini.

kapan kita melihat dan merasakan buah dakwah kita
datang dan mendekatkatlah saudaraku dakwah ini akan selau menunggu mu
impian ini tetap menguatkan kita mari berazzam dan bersatu.
Yes “DREAMS COME TRUE”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar